Ketika
IPB kupilih menjadi wadah mengasah kognisi-afeksi-psikomotorik
beberapa tahun silam, banyak yang tersenyum sinis padaku. Dan bahkan
Prof.Dr. Jimly Assidiqi mantan Ketua MK dan Gubur Besar Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, saat saya dan Yasmin Mumtaz sepupuku (salah
seorang produser di Trans TV) bertandang ke rumahnya menyatakan, bahwa
saya tidak fokus pada bidang kompetensi utama saya yaitu Ilmu Hukum.
Ketika saya sedang mengagumi lukisan bulu ayam bergambarkan wajah diri
beliau dan keluarga yang terpasang di ruang tengahnya, Prof.Jimly
sekaligus melengkapi ekspresinya dengan mengatakan bahwa saya terlalu
banyak membaca. “Ayo fokus Marissa…,” kata beliau saat itu. Hehe…
saya tidak pernah melupakan konversasi saya dengan beliau di rumah
dinasnya saat itu. Prof. Jimly mungkin lupa, bahwa saya bukan
mahasiswanya di FH UI. Bahwa saya ke rumah beliau karena sedang jalan
bersama Yasmin Mumtaz yang pernah dibimbing beliau dalam kaitan thesis
MH jurusan Kenegaraan di Universitas Indonesia.
Saya tidak pernah marah pada komentar Prof.Jimly, hanya saja saat itu saya merasa kurang nyaman di hati. What’s wrong with
banyak membaca? Dan kenapa saya dianggap atau terlihat ‘tidak atau
kurang pantas’ untuk menyelesaikan S3 saya di IPB Bogor? Bukankah SMA
saya dulu di SMA Negeri 8 Bukitduri, Tebet (Sekolah SMA terbaik se
Indonesia) dari jurusan IPA? Hanya karena saya ingin jadi sarjana
sembari jadi artis film top saja makanya saya memilih Fakultas Hukum
yang cara belajarnya bisa mobile dan lentur. Dan disaat lulus dulupun saya masuk dalam kategori tiga besar, dan dapat pujian!
Namun, sekarang saya mulai dapat mengerti apa yang dikatakan beliau, ketika saya mulai serius mempersiapkan ini dan itu bagi cum pengabdian untuk professorship
kelak, bahwa kalau tidak linier dalam sati wilayah studi yang sama,
tidak akan diakui oleh Kemndikbud. Saya memang harus mampu menyarikan
seluruh bidang keilmuan yang telah didapatkan dari jalur pendidikan
resmi selama ini. Dan karena S1 nya dari Fakultas Hukum, maka walau S3
selesai dari IPB pun, saya kelak harus tetap sekali lagi mengambil S3
yang ke dua. Yaitu di bidang Ilmu Hukum. Entah dari FH UI atau FH
Unpad, tergantung nanti bagaimana rezekiku saja mengalirnya. Lalu
karena kompetensiku sekarang berada juga di wilayah ekonomi-bisnis dan
hukum bisnis, maka nanti S3 Ilmu Hukum berikutnya akan berada dalam
wilayah arsiran Bidang Hukum-Ekonomi. Entah berlandaskan Kenegaraan
seperti Prof. Jimly Assidiqi atau Prof. Mahfud MD, atau berlandaskan
Pidana seperti Prof. Romli dari FH Unpad. Lalu saya juga harus
mempersiapkan jawaban kalau bertemu Prof. Jimly lagi dan beliau akan
bertanya kembali, semisal “… jadi S3 kamu dari IPB buat apa?” Maka
jawabanku adalah untuk “CARA BERPIKIR LOJIK-SISTEMIK.”
Saya pikir itu adalah keunggulan mahasiswa pasca sarjana dengan background
Ilmu Sosial yang masuk ke dalam ranah pendidikan eksakta! KUALITATIF
yang DIKUANTIFIKASI, dan hal tersebut yang selama ini tidak pernah
saya temukan dalam pendidikan Ilmu Hukum dengan sebagian besar
pendekatan deskriptif-analisis ataupun analisis-konten. IPB adalah
KATALIS PERTAMAKU yang MAMPU ME-LEVERAGE POSISIKU
pada JAJARAN INTELEKTUAL BARU INDONESIA. Terimakasih banyak IPB…
walau apapun yang pernah terjadi di dalamnya, namamu tetap akan
kujunjung sampai mati kelak. Malah kalau mungkin ingin semakin
kuharumkan namamu sebagai sebuah institusi pendidikan respectable di Indonesia.
Lalu apa signifikansinya dengan Indonesia? Well…
saya ingin menjadi seorang negarawan, walau tidak selamanya harus
‘duduk’ pada suatu posisi strategis tertentu di negeri ini. Caranya?
Tentu beragam… yang penting berada dalam jalan yang diridhoi Allah Azza wa Jalla serta selalu bersyukur dengan apa yang telah di’titipkan’-Nya kepada kita. Insya Alah demikian adanya…
Biru IPB Ku Tercinta: Marissa Haque Fawzi
‘Menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum! Kejujuran, prestasi, sopan dan santun, serta kendali diri.”