Hatta Rajasa & Tjatur Sapto Edy, Kader PAN, Bersama No. 8 Progress Selalu ,

Hatta Rajasa & Tjatur Sapto Edy, Kader PAN, Bersama No. 8 Progress Selalu ,
Hatta Rajasa & Tjatur Sapto Edy, Kader PAN, Bersama No. 8 Progress Selalu (dlm Desy Ratnasari, MSi, DR. Marissa Haque, Ahmad. Z. Ikang Fawzi, MBA)

"Panggila Jiwa" (Lagu Fav-ku by Ikang Fawzi & Chandra Darusman)

Ikang Fawzi & Chandra Darusman: Kompaknya Dua Anak Deplu Alumni UI (Universitas Indonesia/ILUNI), 1982

Sabtu, 19 September 2009

Bunda Kami Marissa Haque Sangat Pemaaf dan Tidak Suka Dendam: Bambang Arianto

Kami tahu bahwa Bunda sedang tidak bahagia dengan kondisi negeri ini yang sangat korup. Namun bersama suaminya ia sangat santun dan memafkan seluruh orang yang secara terang-terangan mendzoliminya selama ini. Banyak yang dapat dipelajari dari Bundaku tercinta ini. Insya Allah...... Termasuk juga seluruh risetnya terkait dengan pencurian kayu (illegal logging) di Provinsi Riau yang oleh Pemerintah Presiden SBY terkesan dibiarkan terjadi berlama-lama... Entahlah apakah KPK betulan memang Gubernur Provinsi Riau Rusli Zaenal kedua kali terkait dengan aktifitas illegal logging yang dituduhkan kepadanya sejauh ini. Sumber: http://riset-bundamarissa-hutanriau.blogspot.com/

Calo di KPU Bernama Ir. Fernita Darwis (PPP) Beraksi Sukses di KPU dengan Suap Rp 1 Milyar,- nya: Tawa Lebar Ratu Atut CHosiyah dan Nu'man Abdul Hakim

Kiriman Bunda Aditya Sadeli, PPP Kota Cimahi, Jabar: Saya mengirimkan sebuah sms panjang yang isi singkatnya adalah kurang lebih sebagai berikut: "... bahwa jangan pernah kita berhenti bermotivasi hanya karena Allah SWT semata." Tawa Lebar Timses Ratu Atut Chosiyah Setelah Sukses Besar Menggulung Pasutri Ikang-Marissa, sangat mungkin tak lama lagi akan menjadi tangis pilu yang menusuk hati. Apalagi kalau bukan balasan atas energi jahat yang menggulung mereka sendiri -- hukum kekekalan energi... Kami semua pastikan bahwa ada yang sedang tertawa lebar atas sukses gemilang timses Ratu Atut Chosiyah Setelah Sukses Besar Menggulung Pasutri Ikang-Marissa dalam Pileg kemarin ini. Namun Gusti Ora Sae, Allah SWT tidak pernah tidur, dan dunia selalu berputar. Janganlah kita mengaku paling beriman dan paling mengerti bedanya surga dan neraka kalau untuk diri sendiri tidak mampu membedakan harus berkawan dengan siapa agar mampu menjadi Kekasi Allah...

Minggu, 28 Juni 2009

Jenis-jenis Haji & Umrah: Marissa Haque


Haji Tamattu'
Yaitu memakai ihram dari mikat dengan niat umrah pada musim haji, setelah tahallul, memakai ihram lagi dengan niat haji pada hari Tarawiah (8 Zulhijah). Bagi yang melaksanakan haji tamattu diwajibkan membayar dam.
Haji Qiran
Memakai ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus, sampai selesai melontar jumrah Aqabah dan diikuti dengan bercukur atau memotong rambut tanpa tahallul setelah selesai umrah. Bagi yang melaksanakan haji Qiran diwajibkan membayar dam.
Haji Ifrad
Yaitu memakai ihram dari mikat dengan niat haji saja, kemudian tetap dalam keadaan ihram sampai selesai haji (hari raya kurban). Yang melaksanakan haji ifrad tidak diharuskan membayar dam.



Umrah
Manasik Umrah
Umrah disebut Hajjul Ashghar (Haji Kecil), Kata ini berasal dari kata i`timaar (kata berimbuhan). Cara melaksanakannya; Orang yang hendak umrah melakukan ihram dari mikat, kemudian melaksanakan tawaf qudum, lalu sai dan tahallul dengan mencukur atau menggunting rambut.

Mengerjakan Haji: Marissa Haque

Mengerjakan haji merupakan salah satu daripada Rukun Islam yang lima. Setiap orang Islam yang mempunyai kemampuan, diwajibkan mengerjakan haji sekali seumur hidup. Firman Allah Taala :
(ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين)
Artinya: "Menjadi suatu kewajipan ke atas setiap manusia (orang-orang mukmin) pergi mengerjakan haji ke Baitullah, iaitu bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Barangsiapa yang kufur (ingkar), maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) daripada pihak lain (alam)."

Pengertian Haji dan Umrah pada syarak Haji pada syarak ialah mengunjungi Baitullah Al-Haram dalam bulan-bulan haji kerana mengerjakan tawaf, sai'e dan wukuf di Arafah dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.

Umrah pada syarak ialah menziarahi Baitullah Al-Haram kerana mengerjakan tawaf, sai'e dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.

[sunting] Syarat-syarat Haji mengikut Mazhab Syafie
Islam: Orang kafir tidak wajib mengerjakan Haji malah tidak sah ibadat Haji yang mereka kerjakan.

Merdeka:
Hamba tidak wajib mengerjakan Haji.

Mukallaf.
Berkemampuan dengan syarat:
Berkuasa membayar segala perbelanjaan bagi mengerjakan ibadat Haji sehingga selesai dan kembali ke tanah air.

Ada kendaraan pergi dan balik:
Disyaratkan mempunyai bekalan yang cukup untuk saraan nafkah orang yang di bawah tanggungannya.
Tidak mengalami kesulitan teruk semasa berada di dalam kenderaan.
Aman perjalanan.
Manakala bagi perempuan pula ditambah:
Terdapat kawan perempuan berserta wanita Islam yang boleh dipercayai.
Jenis-jenis Haji
Ibadat Haji terbahagi kepada beberapa jenis seperti yang dipersetujui oleh ulamak, iaitu:-
Haji Tamattuk
Haji Qiran
Haji Ifrad
Umrah

Rukun-rukun Haji
Ihram, berniat bulat mengerjakan ibadah haji. Ibadah ini dimulai sesampai miqat (batas-batas yang telah ditetapkan).
Wukuf di Arafah, ialah berhenti di padang Arafah sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.
Tawaf Ifadhah, ialah mengelilingi ka'bah sebanyak 7 kali, syaratnya : Suci, menutup aurat, Ka'bah berada disebelah kiri orang yang mengelilingi, memulai tawaf dari arah Hajar Aswat.
Sa'i, ialah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit Shafa dan Marwah.
Mencukur/menggunting rambut. Sedikitnya memotong tiga helai rambut.
Tertib, ialah menjalankan rukun haji secara berurutan.


Dam Haji
Pengertian dam dari segi bahasa ialah darah. Ia merupakan ibadah gantian yang berbentuk binatang ternakan yang disembelih atau digantikan dengan makanan atau puasa.

Sebab-sebab diwajibkan dam:

Melanggar pantang larang dalam Ihram

Meninggalkan perkara-perkara yang wajib dalam ibadat haji atau umrah

Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran, menurut syarat-syaratnya

Berlaku Ihsar bagi orang yang berniat ihram

Melanggar Nazar semasa mengerjakan haji

Luput Wuquf di Arafah

Meninggalkan Tawaf Wada'


Dam yang dikenakan ialah menyembelih binatang ternakan seperti seekor kibasy, kambing atau satu pertujuh daripada lembu, unta atau kerbau. Jika tidak berkuasa, dikehendaki berpuasa selama 3 hari pada bulan haji & 7 hari apabila ia balik ke tempatnya.


Haji Mabrur
Haji mabrur bermaksud haji yang diterima. Ibn Kholawaih mentakrifkan alMabrur sebagai alMaqbul iaitu diterima. Dan ada yang mengatakan sesuatu yang tidak bercampur dengan dosa. Kemudian, diabsahkan oleh Imam Nawawi dengan pendapat tersebut (tidak bercampur dosa). 

Apabila merujuk kitab hadith yang muktabar seperti Sahih Bukhari, Imam Bukhari meletakkan bab yang khusus bertajuk ”Kelebihan Haji Mabrur”. Manakala, Imam Muslim meletakkan perbincangan haji yang diterima di dalam bab “Iman kepada Allah Taala seafdal-afdal amalan”.[


Cara mencapai haji mabrur
Secara umumnya, untuk mencapai haji yang diterima disisi Allah hendaklah memenuhi kriteria berikut:
Hajinya hendaklah ikhlas semata-mata kerana Allah dan tidak riyak (menunjuk-menunjuk).

Imam Nawawi ketika menafsirkan hadith diatas dengan berkata “mabrur (diterima) adalah baik hajinya. Dikatakan almabrur juga ialah haji yang tidak bercampur dengan dosa. Ada yang mengatakan tidak ria’ pada hajinya”

Niat menunaikan haji hendaklah ikhlas bermula dari keluar rumah dan tidak boleh berniat selain daripada Allah seperti perasaan riya’ iaitu menunjuk-nunjuk atau sebagainya yang membawa kepada kemurkaan Allah.

Di dalam Musnad Ahmad, ada sebuah hadith:
“Sesiapa yang keluar dari rumahnya, pada tangannya ada dua bendera, satu bendera pada malaikat dan satu bendera pada syaitan, jikalau dia keluar dengan niat kerana Allah, malaikat akan mengekorinya bersama bendera tadi, maka bendera tadi masih bersamanya sehingga dia kembali ke rumahnya, dan jikalau dia keluar dari rumahnya melakukan kemurkaan kepada Allah, maka syaitan akan mengekorinya bersama benderanya, dan bendera tersebut masih bersamanya sehingga dia kembali ke rumahnya"

Kesemua perbelanjaan haji adalah berpunca daripada yang halal.
Di dalam Sahih Muslim ada hadith menyebut:
“Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima kecuali yang baik-baik dan sesungguhnya Allah menyuruh orang mukmin megikut apa yang diperintahkan oleh para utusan Allah.

Kemudian baginda membacakan ayat alQuran
“Wahai sekalian Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik (halal) dan beramal soleh. Sesungguhnya aku tahu apa yang kamu lakukan [Surah alMukminun : 51]”

Kemudian Rasulullah membacakan lagi :
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari (makanan) yang baik-baik (halal) dari apa yang kami rezekikan” [Surah alBaqarah 172]

Kemudian disebut, seorang lelaki bermusafir menadah tangan ke langit seraya berkata “Ya Tuhanku” sedangnya punca makanan dari yang haram, minuman punca yang haram, pakaiannya punca yang haram. Bagaimana ia boleh diterima??”

Oleh itu, sewajarnya sebagai seorang yang akan menunaikan haji meneliti dan bermuhasabah kembali sumber-sumber pendapatan, perbelanjaannya dan bekalannya disana dari sumber-sumber yang halal.

Melakukan fardhu haji sesuai dengan ditunjukkan oleh sunnah yang sahih.
Bermula dengan niat sehinggalah haji wada’ ditunjukkan oleh Baginda Rasulullah didalam sunnahnya. Sebagai seorang muslim yang sejati, kita wajar meneladani Baginda tanpa menambah-nambah ibadat yang tidak pernah dilakukan Baginda.

Ini sesuai dengan sabda Rasulllah Muhammad SAW
“Sesiapa yang memperbaharui urusan agama (menokok tambah), maka mereka bukan dari kalangan kami (umat Muhammad)”

Syeikh Mustafa azZarqa’ ketika ditanya makna haji yang mabrur, beliau menyatakan diantara ciri-ciri hajinya diterima ialah “hendaklah bagi tuan empunya yang menunaikan haji tidak melampau-lampau didalam mengerjakan kewajipan haji, tidak mengabaikan adab-adab haji dan sunnah-sunnahnya, memperbanyakkan taat, ibadat, sedekah, menjadi teladan (kepada orang lain) dengan memiliki budi pekerti yang baik, memberi makan sekadar kemampuannya, berkata-kata dengan lembut, dapat mengawal setiap cabaran yang ditempuh, bersikap berlapang dada dan pemaaf, kembalinya dari haji dengan memandang tinggi kehidupan akhirat dan berniat untuk kekal (seperti keadaan tersebut) dan istiqomah”
Melakukan ibadat haji sepenuhnya dengan taat tanpa mempertikaikannya
Ali Radiyallahu’anh ketika ditanya perbuatannya mencium hajarul aswad, maka beliau menjawab “Kau hanya sebuah batu yang tidak mempu memberi faedah dan mudarah, kalau bukanlah kerana Rasulullah mengucupnya, sudah aku aku tidak aku mengucupnya”

Ini jelas menunjukkan kita melakukan ibadat mengikut teladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah tanpa menokok tambah berdasarkan akal semata-mata.
Setelah menunaikan haji, berusaha pula melakukan badal (ganti) haji ayah dan ibu yang tidak berkemampuan menunaikan Haji.

Ini sesuai dengan hadith :
“Ya Rasulullah, sesungguhnya emakku telah bernazar untuk menunaikan haji, tetapi tidak ditunaikan sehingga dia meninggal dunia, adakah aku perlu menunaikan hajinya? Sabda Rasulullah : Ya, tunaikanlah haji untuknya. Adakah kau lihat jika emakmu berhutang engkau akan membayarnya? Jawab wanita tersebut : Ya. Sabda Nabi : Begitu juga (hutang) kepada Allah. Malah kepada Allah lebih layak dilunaskan (hutangnya)”.
Didalam hadith yang lain.

“Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan ke atas hamba-hambanya menunaikan haji. Bapaku seorang yang tua tidak mampu pergi bermusafir (ke Mekah), adakah aku perlu menunaikan haji untuknya? Sabda Rasulullah : Ya”


Makkah
Menurut riwayatnya, ramai para sahabat menyatakan, bahawa bumi Makkah adalah yang pertama sekali muncul dari air selepas penciptaannya dan daripadanya bumi- bumi lain terbentang dan terhampar. Keistimewaan yang terdapat di Makkah ialah Masjidil Haram.
Keistimewaan Masjidil Haram pula ialah kerana Kaabah atau Baitullah, yang menjadi kiblat bagi umat Islam.

Baitullah adalah sebuah bangunan yang hampir-hampir empat persegi. Tingginya 15 meter dan luasnya lebih kurang 120 meter persegi. Bangunan ini terletak di tengah-tengah Masjidil Haram. Di salah satu penjuru Kaabah ini terdapat Hajarul Aswad yang menjadi tempat permulaan untuk mengerjakan tawaf.


Makam Ibrahim
Makam Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat sebahagian orang-orang kebanyakan. Ia adalah merupakan bangunan kecil yang terletak lebih kurang 20 hasta di sebelah timur Kaabah. Di dalam bangunan kecil ini terdapat sebiji batu yang diturunkan oleh Allah dari Syurga bersama-sama dengan Hajarul Aswad. Di atas batu itu Nabi Ibrahim berdiri di waktu baginda membangunkan Kaabah dan puteranya Nabi Ismail memberikan batu kepadanya

Batu itu dipelihara Allah, sekarang ini sudah ditutup dengan perak. Sedangkan bekas kedua tapak kaki Nabi Ibrahim panjangnya 27 cm, lintangnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas dilihat.
Atas perintah Khalifah Al Mahdi Al Abbasi di sekeliling batu makam Ibrahim itu telah diikat dengan perak dan dibuat kandang besi berbentuk sangkar burung.

Hajarul Aswad
Menurut sejarahnya, Hajarul Aswad diturunkan oleh Allah dari langit ke atas Jabal Qubais. Ia merupakan sebiji permata putih, lebih putih dari salji, tetapi lama - kelamaan menjadi hitam sebab disentuh oleh orang - orang musyrik.

Kalau tidak kerana sentuhan tersebut nescaya cahayanya menerangi antara timur dan barat. Ini diterangkan dari hadis Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam yang bermaksud: Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, Rasulullah s.a.w bersabda :" Hajarul Aswad diturunkan dari syurga dan berwarna lebih putih dari susu. Dosa-dosa manusia (anak Adam ) menyebabkannya menjadi hitam " . Riwayat Ahmad dan Turmizi.


Sumur Zam Zam
Teladalah sebagaimana telaga biasa, tetapi mempunyai riwayat yang tersendiri. Sejarahnya adalah berhubung kait dengan sejarah Nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar (isteri Nabi Ibrahim ) yang datang ke Makkah. Mengikut asal mula riwayat telaga ini adalah seperti berikut; Nabi Ibrahim a.s. mempunyai dua orang isteri; Siti Sarah dan Siti Hajar (ibu Nabi Ismail).

Pada satu ketika terjadi pertelingkahan antara kedua isteri tersebut sehingga Siti Sarah bersumpah tidak akan tinggal bersama-sama ibu Ismail dalam satu negeri. Kemudian turunlah wahyu kepada Nabi Ibrahim supaya baginda bersama-sama anak dan isterinya (Ismail dan Hajar) pergi ke Makkah. Di waktu itu Makkah belum didiami manusia, hanya merupakan lembah pasir dan bukit-bukit yang tandus dan tidak ada air.

Apabila mereka tiba di Makkah, mereka tinggal di bawah sepohon pokok yang kering. Di tempat inilah bangunan Kaabah yang ada sekarang. Tidak berapa lama, kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan mereka dengan dibekalkan sekantong kurma dan sekibah air.
Siti Hajar memerhatikan sikap suaminya yang menghairankan itu lalu bertanya ;

"Hendak kemanakah engkau Ibrahim ?"

"Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini ? ".
Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata jua pun.

Siti Hajar bertanya lagi;
"Adakah ini memang perintah dari Allah ?"
Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "ya".
Mendengar jawapan suaminya yang ringkas itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tenteram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail masih menyusu.

Selang beberapa hari, air yang dibekalkan Nabi Ibrahim habis. Siti Hajar berusaha mencari air di sekeliling sampai mendaki Bukit sofa dan Marwah berulang kali sehingga kali ketujuh (kali terakhir ) ketika sampai di Marwah, tiba-tiba terdengar oleh Siti Hajar suara yang mengejutkan, lalu ia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahawa suara itu ialah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air zam-zam.

Di sini Siti Hajar bertemu dengan Malaikat Jibril dan Jibril mengatakan kepadanya, " Jangan khuatir, di sini Baitullah ( rumah Allah ) dan anak ini (Ismail ) serta ayahnya akan mendirikan rumah itu nanti. Allah tidak akan mensia-siakan hambaNya".

Air zam-zam mempunyai keistimewaan dan keberkatan, ia boleh menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga serta mengenyangkan perut yang lapar. Keistimewaan dan keberkatan itu di sebut dalam sepotong hadith Nabi yang bermaksud:, " Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, Rasulullah s.a.w bersabda: "sebaik-baik air di muka bumi ialah air zam-zam, ia merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit ". Riwayat - At Tabrani dan Ibnu Hibban.

Berhaji sebagai Jamaah Biasa: Marissa Haque

Bagi jamaah haji Indonesia, ibadah tahun 2008 ini ditandai dengan jauhnya lokasi pondokan di kota Mekkah dari Masjidil Haram. Menurut data yang saya dapat di lapangan, jika tahun 2007 lalu penyelenggara haji Indonesia hanya menyediakan layanan angkutan bis bagi 30% jamaah kita yang tinggal diluar ring-1, maka tahun ini angka itu menjadi terbalik, hanya 30% jamaah yang berada dalam ring-1 yang tidak harus dilayani bis. Artinya ada 70% jamaah tinggal diluar lingkar terdekat dengan Masjidil Haram yang harus dilayani bis.

Jamaah haji Indonesia tahun ini dan tahun lalu sama, sekitar 210 ribu orang. Untuk melayani angkutan jamaah dari pondokan ke Masjidil Haram, tahun lalu Depag RI menyewa 90 bis. Tahun ini? Konon mencapai 600 unit bis. Hebatnya, layanan bis ini dijalankan operasionalnya oleh tim dari Indonesia sendiri. Tim dengan pengalaman operasional sangat minim ini harus mengkoordinir 600 bis yang sebagian besar dibawa oleh supir berkebangsaan Arab dan harus melayani area yang sangat luas dengan lokasi pondokan saling berjauhan. Jumlah jamaah yang harus dilayani sekitar 147 ribu jamaah yang tinggal di luar Ring-1.

Pada saat mengetahui informasi tersebut, saya sudah langsung bersiap untuk realistis menghadapi keadaan yang akan timbul di Mekkah. Tidak bisa terlalu mengandalkan angkutan bis, harus siap jalan kaki atau naik taksi umum. Harus rela mengatur jadwal ibadah ke Kabah di waktu-waktu yang kurang nyaman demi menghindari rush hour. Dan tentu saja harus siap untuk sabar menghadapi segala situasi.

Walau kenyataan di lapangan memang banyak sekali ketidaknyamanan, alhamdulillah saya mampu menjaga agar tetap dapat berada di Masjidil Haram sesuai harapan walau terkadang harus menguras tenaga ekstra agar bisa sampai tepat waktu.

Cerita-cerita tentang begitu padatnya antrian dan rebutan masuk bis yang dialami jamaah Indonesia adalah benar adanya. Sedih sekali menyaksikan hal itu terjadi, terutama melihat ibu-ibu dan jamaah uzur yang terpaksa harus berlarian dan berdesakan masuk bis. Namun semua itu sebenarnya bisa dengan mudah dihindari jikalau ada sosialisasi pada jamaah untuk mau mengatur jadwal mereka menghindari rush hour.
Contoh kecil adalah saat selesai shalat Isya. Jika kita masuk terminal persis setelah sholat, dipastikan jamaah akan berhadapan dengan lautan jamaah yang berebutan masuk bis yang langka karena kepadatan jalan masuk ke terminal. Namun bila jamaah mau sabar sedikit saja, katakanlah zikir lebih lama plus baca Al-Quran setelah Isya, atau keliling belanja dulu di toko-toko dekat terminal, kemudian masuk terminal sekitar pukul 21.30 keatas, saya pastikan kepadatan sudah jauh berkurang dan bis yang masuk lebih banyak jumlahnya.

Satu hal yang menurut saya membuat gambaran layanan bis ini menjadi sangat buruk adalah karakter jamaah Indonesia sendiri yang sangat buruk. Tidak mau mengalah, tidak tertib, egois, adalah beberapa dari karakter bangsa kita yang sungguh membuat hati miris dan membuat malu dilihat oleh bangsa lain. Jumlah jamaah Turki hampir sama dengan kita, namun ketertiban dan taat azas yang ada di mereka sungguh membuat bangsa kita menjadi tampak begitu “terkebelakang”. Wajar jika hingga kini bangsa kita terus terpuruk dan sulit bersaing dengan bangsa lain.


Pondokan Jamaah Indonesia
Sebagian besar jamaah kita, termasuk kloter kami, ditempatkan di wilayah yang belum pernah ditempati jamaah hajoi sebelumnya. Lokasi kami ada di daerah bernama Hijrah, suatu areal di utara Masjidil Haram yang jika ditarik garis lurus hanya berjarak sekitar 4-6 km. Namun bila harus menggunakan bis atau berjalan kami, maka jarak tempuh nyata bisa mencapai sekitar 7-8 km. Jika dibandingkan cerita teman-teman yang berhaji 3-4 tahun lalu, jarak ini sungguh jauh. Saat mereka dulu, pondokan semua berada dalam jarak sangat dekat dan bisa ditempuh nyaman dengan berjalan kaki.

Jika melihat peta lokasi pondokan, maka memang secara keseluruhan pondokan Indonesia yang berada diluar ring-1 sungguh jauh. Jalan kaki sangat berat dilakukan, dalam kasus kami diperlukan sekitar 50 menit berjalan kaki dari Masjidil Haram ke pondokan 507 di wilayah Hijrah tempat kami tinggal. Bagi jamaah muda yang masih kuat dan bersemangat tinggi, hal itu masih bisa dilakukan, namun bagi yang lain?

Uniknya lagi, bis tidak bisa hanya menunggu di terminal, namun terpaksa harus menjemput jemaah di pondokan masing-masing karena jauhnya jarak antar satu pondokan ke pondokan lain. Jadi seperti di wilayah Hijrah tempat kami, terminal bis rute B6 ditempatkan persis didepan pondokan kami. Jika hendak berangkat ke Masjidil Haram, maka bis akan berangkat dari terminal dengan sejumlah jamaah yang naik dari teminal, kemudian bis akan berkeliling ke sekitar 5-7 pondokan lain untuk “memungut” penumpang lain. Yang sering terjadi, jamaah dari pondokan yang terjauh terpaksa tidak mendapat tempat karena bis sudah penuh dengan penumpang dari pondokan sebelumnya, padahal bis sudah selalu dipaksakan untuk dipadatkan hingga penuh penumpang yang berdiri.

Madinah, Arafah dan Mina
Untuk pemondokan dan transportasi di Madinah, hampir tidak ada masalah sama sekali, smooth as silk… Semua pondokan dalam jarak tempuh yang cukup dekat dan bisa berjalan kaki. Keadaan di Madinah juga cukup terkontrol karena tidak terjadi penumpukan seluruh jamaah haji dalam kurun waktu tertentu, walau keadaan di Mesjid Nabawi tetap saja sangat padat. Kalaupun ada yang masih bisa diperbaiki adalah kualitas katering bagi jamaah selama di Madinah yang banyak dikeluhkan. Kemudian juga waktu yang terlalu mepet untuk melakukan sholat wajib 40 waktu (sholat arbain). Jika terjadi masalah sedikit saja, maka jadwal sholat bisa berkurang dan tidak mencapai 40 waktu seperti yang dialami telan dari kloter lain.

Kemudian di Arafah dan Mina juga bagi saya sangat lancar, mulai dari pengorganisasian transportasi model taradudi (English: shutle system), pondokan/perkemahan serta konsumsi yang memakai sistem prasmanan dan berlebih-lebihan dari sisi kuantitas. Walau beberapa jamaah masih ngomel soal antrian di toilet dan makan prasmanan, namun bagi saya semuanya masih dalam batas toleransi dan baik. Bahkan nilai plus berikutnya bagi saya adalah kualitas menu baik di Arafah dan Mina yang jauh lebih baik dibanding di Madinah.


Kesimpulan
Secara umum, transportasi di Mekkah adalah titik terlemah dalam penyelenggaraan haji Indonesia tahun ini. Namun kalau mau dicari akar masalahnya, seharusnya Indonesia tidak harus (dan tidak perlu sama sekali) menjalankan armada 600 bis di negeri orang untuk melayani ratusan ribu jamaah. Lebih baik berjibaku (bayar lebih mahal) mencari pondokan yang dalam walking distance (bisa berjalan kaki) dan meninggalkan sama sekali chaos mengurus armada bis di wilayah yang sama sekali berbeda dengan mengurus bis di Pulogadung.

Sementara untuk hal-hal lain mulai dari keberangkatan di embarkasi, penyambutan di Jeddah, antisipasi keterlambatan pesawat saat di Jeddah, penginapan transito di Jeddah, hingga pulang ke embarkasi bagi saya sudah sangat baik, saya merasa beruntung ikut haji tahun ini yang dikelola dengan pengalaman matang penyelenggaraan haji Indonesia yang telah tertempa bertahun-tahun.

Sabtu, 20 Juni 2009

Haji yang Mabrur untuk Marissa Haque: Nisye Maksum


Sumber: http://nisyemaksum.blogspot.com/

Hadis di atas, selain merupakan kabar gembira, juga merupakan peringatan bagi saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, yaitu agar melaksanakan ibadah hajinya dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan Rasulullah SAW), serta taat pada setiap perintah dan larangan Allah.

Ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah, termasuk haji. Sebab, sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah tidak akan diterima bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun disertai dengan sikap ikhlas.

Demikian pula bila tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar. Agar diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas demi Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan pada kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah.

Untuk itu, hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji mabrur adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan lain! Ia harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang) dan sum'ah (ingin menjadi buah bibir orang).

Rasulullah menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan menjadi kayu bakar pertama api neraka.

Berpijak pada semangat hadis ini, tidak menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena riya’ akan mengalami nasib yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat nanti akan diumumkan di hadapan semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil dan hina.
Rasulullah bersabda, "Barang siapa ingin didengar manusia (bersikap sum'ah) karena kehebatan ilmunya, Allah akan memperdengarkannya di hadapan makhluk-makhlukNya dalam keadaan kecil dan hina." (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)

Keikhlasan yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.
Hal kedua yang perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik hajiku!" (HR Muslim).

Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan Rasulullah. Ia juga harus berusaha meninggalkan tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah.

Berbeda halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya adalah Allah sendiri. Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkannya ketika berada di tanah suci.

"Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)

Di antara tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang baik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)

Secara umum, ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini. Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit."

Hal ketiga yang harus diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah patuh pada setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.

Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik". Di dalam surat al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.

Namun begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai haji mabrur atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.

Bila tadinya tidak pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin beribadah, menjadi lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf. Bila tadinya pemaaf, menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya.

Perubahan ini pada dasarnya disebabkan oleh intensitas penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di dalam surat Al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji: "Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka."